HARMONI KEHIDUPAN
Pagi itu aku berangkat dengan semangat. Sehabis
memperbaharui iman dan niat ku langakahkan kaki menuju tempat yang sejak dua tahun
ini menjadi rumah kedua. Tempat bertemunya orang-orang shalih dan shalihah.
Tempat bertemunya para pembangun generasi bangsa.
Tidak seperti biasanya,
pagi ini kendaraan favorite tidak terlalu ramai. Cukup untuk
mengistirahatkan tubuh sejenak sambil mengkholaskan buku kecil yang jadi
favorite orang-orang shalih.
Sesampai nya di kampus, musholah kecil menjadi tempat yang
pertama kali di kunjungi. Aktivitas pagi penyehat badan dan pemasok iman.
Kembali ke kelas, berharap ada bangku
kosong di sebelah dfan tersayang. Yaa.. Hari itu beruntung aku bisa
bersebelahan dengan nya. Berceloteh tentang aktivitas nya, halaqah nya yang
baru, akademik dan keluarga nya.
Kartu uno dan teriakan teriakan melengking menghiasi kelas
setiap harinya. Mencoba bertahan. Ini adalah ladang dakwah. Mencoba tenang,
meskipun hati ini bergemuruh ingin marah,
ketika suara lantunan al qur'an harus kalah dengan teriakan2 berisi
kebun binatang.
Jam pelajaran pun usai, kurasakan ada seseorang yg menarik
tangan ku. Dan tiba2 d tangan mereka terdapat donat yang bertuliskan nama ku
dan nama teman surgaku. Dari seseorang yang insyaAllah menjadi teman surga
pula. Terharu, air mata pun tak
terbendung ketika memeluknya. Tak menyangka akan seperti ini. Terlalu berharga
jika hanya menjadi kenangan.
Segigit demi segigit donat pun habis, dengan senyum kami
membagikan donat tersebut. Dengan harapan, mereka bisa juga bisa merasakan
manis nya dakwah. Dan potongan terakhir untuk kaka tercinta yg saat itu dengan
mengisi ruhiyah adik adik tercinta.
"Lama yaa kita gak berdua kaya gini. "ucapnya
tersenyum. "Iyaa, kakak gimana? Katanya kemarin sakit". Di lanjut
cerita2 perjuangan nya saat ingin menjadi mapres. Betapa menguras tenaga dan
air mata. "Tapi sekarang kakak udah lega, rasanya kaya balik kedunia kakak
lagi." Aku terseyum. Sama seperti ucapan qiyadah tercinta di hari sebelum
nya. Rupanya sosok beliaulah yang qiyadah maksud.
Bermaksud ingin menumpang pulang bersama beliau. Qodharullah
Allah memberikannya rasa pusing. Yang pada akhirnya membuat nya terpaksa
memintaku membawa tumpangan yang selama ini menemaninya ke kampus. "Kamu
bisa kan dek bawa nya? ". "Iyaa bisa.. ". "Tapi kok muka
kamu gak meyakinkan sih?". "Aku bisa kok kak."
Keraguannya bertambah melihat aku yang sama sekali tidak
bisa menyalakan motornya. Aku pun tertawa. Mencoba menenangkan. Di perjalanan
pun dengan sabar ia memberikan instruksi2 berkendara. Sampai tiba di sebuah pom
bensin. Lagi-lagi aku membuatnya ragu dengan tak bisa membuka tangki motor.
Sang petugas SPBU pun tersenyum. "Maaf yaa pak, adik saya baru belajar motor." Terharu
ketika kata itu beliau ucapkan dengan tegas. Tanpa keraguan mengakui aku, yang
sejujurnya hanya saudari tanpa ikatan darah menjadi adiknya. Dengan tekanan
kata seperti benar2 saudara kandung. Aaah.. Inilah indah nya ukhuwah, manis
sekali..
Perjalanan pun berlanjut. Kumasuki rumah di sambut dengan
kedua orang tua ku yang sedang berbincang. " Kak, ke tetangga sebelah
gih.. Mbah lagi sakaratul maut." Allah.. Apa lagi ini. Seseorang yang selama
hidupnya menjadi sosok yang baik, seseorang yang sering menjadi pemimpin
sholat. Kini sedang di perjalanan di jemput Allah.
Aku tergugu melihat keadaannya. Menyayangkan melihat
bagaimana dulu rajinnya ia pergi kemasjid sebelum adzan berkumandang. Di
usianya yg senja kini bahkan sholat pun tidak. Bukan karna dia tak mau. Batin
ku membelanya. Tapi karna tak ada yang memapahnya untuk bersuci. Semoga Allah
mengampuni.
Aku pun melantunkan ayat ayat suci di sebelahnya. Berharap
bisa sedikit membantu agar beliau bisa mengingat Allah di detik2 terakhir.
Lantunan terhenti seketika mendengar "Iya bu.. Saya pengen ngajiin, tapi
gak bisa ngaji."YaAllah... Lagi lagi seperti tamparan yang nyata.
Terbata-bata ia mengikuti instruksi seorang ibu yg sedang mengaji. Aku terdiam.
Merenung, bagaimana seorang anak yang
sholih memang begitu berharga. Lebih dari apapun yang ada di dunia.
Mungkin tak akan seperti ini jadi nya jika ia mensholeh dan
sholehah kan anak2nya. Tak ada keraguan yang timbul ketika melihat orang tua
nya terbaring di rumah untuk membawa nya ke rumah sakit. Tak ada perdebatan di
antara anak anak nya terkait siapa yang akan menunggui di rumah sakit.
Seketika, aku langsung menutup al quran
ku. Menghampiri ibu dan ayahku yang sedang berbincang di depan terkait ingin
membawa nya kerumah sakit. Kupeluk ibu ku tanpa malu. Mungkin ia pun merasakan,
betapa perihnya jika memiliki anak yg seperti itu. Ia balas memeluk, mengusap2 jilbab ku.. Berjanji dalam hati,
akan ku pertaruhkan segala nya untuk kedua orang yang mempertaruhkan hidupnya
untuk ku.
Tak terasa sudah seharian keadaannya seperti itu. Tak ada
perubahan. Berbaring dengan mulut terbuka dan nafas yang terdengar putus2.
Bahkan untuk mengungkap satu kata pun sangat sulit. Aku merinding, kembali
mengingat dosa yang sudah ku lakukan. Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qalbii
‘alaa diinika wa alaa thoo’athik. Terus menerus aku melantunkan doa itu.
Berharap Allah menetapkan hati ku pada Nya sampai tiba ketika Allah
memanggilku.
Sampai pada pukul 00.00 berita tentangnya yang sudah
berpulang sampai ke pintu rumahku. Innalillahi wa innailaihi rooji'un. Semoga
menjadi pembelajan bagi yang hidup. Dan semoga amal dan ibadahnya di terima
oleh Allah SWT.
-VHP-
@setiabudi, 31 Maret 2017
tulisan BPH
Komentar
Posting Komentar